Parabel Warna

Selisik arti dalam abstraksi indrawi.

Adam Aushaf
2 min readJun 26, 2018

I. Grün

Daun-daun satu rumpun belum tentu satu rona.
Berjingkat hinggap dari dahan ke cabang semua sama saja.
Sebarisan pohon bersaudara, akarnya tetap sendiri-sendiri.

Setelah bersih, benih
dimasukkan dalam tanah.
Ditanam agar tumbuh —

— dikubur supaya musnah.

Kita padang ilalang, mereka kebun zaitun.

Pilih satu untuk disayangi hingga ranum.

Satu lagi untuk disiangi sampai habis.

II. Blau

Angkasa boleh ditukar dengan samudra.
Ketika cerah digeser ke gelap sudah cukup samar, tak ada yang sadar.
Mata sebelah atau sepasang tetap tak bisa membedakan terbang atau berenang. Hanya sedikit yang cukup teliti sekaligus peka gradasi.

Gravitasi menarik embun dari
kaki langit, membawanya sampai muara.
Mudah sekali hulu ke hilir, tinggal mengalir.

Bandingkan sisa yang lain harus evaporasi menyusul awan.

Terembus tak tentu arah sampai singgah, presipitasi di negara asing.

Kamu suka lurus dan aku senang tersasar, siapa yang benar?

III. Grau

Detak demi detik jantung menyusuri masa.
Selaras metronom, petik senar dalam petak fret.

Aku bernyanyi tanpa suara merdu, agar dunia mendengarku
lalu membuang muka.

Selagi masih lagu yang tidak mereka tahu, aku terus berpura-pura lugu.

Demikian cara momen bersama dapat diklaim sebagai milik pribadi.

Mungkin kamu percaya yang fana adalah waktu, kita abadi.

Tapi kalau waktu saja fana, kita apalagi?

IV. Braun

Setumpuk berkas tercemar noda dan termakan usia.
Bekas tetesan air mata, serpihan debu, remah-remah biskuit,
dan keringan kopi tumpah ikut membantu pena menorehkan cerita.

Robekan sampul buram dibiarkan apa adanya, judul sudah tak terbaca.
Daftar pustaka tak lagi bisa dibedakan dengan daftar isi. Nomor-
nomor di sudut-sudut halaman pun telah kehilangan arti.

Yang dulunya polos lantas ditulisi sampai penuh,
sampai kodratnya genap dan tak ada lagi perasaan ganjil.

Sudah itu dibiarkan. Bisa jadi ia kotor, boleh saja ia hancur. Mereka yang bijak tak akan peduli, karena tahu letaknya ilmu: di mana pun itu.

Kalau kita cakap memaknai, sampah pun bisa menjadi guru.

V. Farblos

Sekumpulan makhluk tidak sempurna. Kerap menyakiti meski dengan hal-hal insignifikan, mulai tutur sampai gestur. Celakalah yang terlahir diantaranya dengan kepekaan rasa melebihi rata-rata, juga yang jiwanya tidak baik-baik saja.

Celakalah saya.

Truk Kuning
Tyr, 26 Juno
A.D. 2018

Sedang penuh kecamuk dan butuh pertolongan.

_

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Adam Aushaf
Adam Aushaf

Written by Adam Aushaf

No longer writing on Medium. Read my essays for free on Substack: aushaf.substack.com.

No responses yet

Write a response